Begitu pula Haji Taher dan Pattinasarani, sangat respek pada beliau
Waktu Ali Sadikin jadi Ketua PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) hanya dua orang diberi kartu nonton gratis (vrijkaart yakni Bung Hatta dan Hamengku Buwono IX.
Bung Hatta karena saking hormatnya, sedangkan Sultan karena beliau Ketua KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia).
Lainnya, menteri sekali pun harus bayar.
"Gaji mereka toh lebih besar dari anggota masyarakat umum," pendapat mantan Gubermur Jakarta Raya itu.
Setelah jadi Wakil Presiden, dalam perjalanan dari Padang ke Bukittinggi antara Lubuk Alung-Sicincin Kabupaten Padang- Pariaman beliau berkata 'Waktu saya sekolah MULO di Padang sering pulang-pergi ke Bukittinggi.
Saya lihat batang kerambil, kok ini-ini juga." Maksudnya pohon kelapa di sini seperti tidak pernah di remajakan.
Bung Hatta, selepas sekolah MULO di Padang dalam usia lebih kurang 16 tahun, pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan.
Lalu ke Negeri Belanda.
Tidak pulang menetap di negeri kelahiran.
Sampai beliau dibuang ke Boven Digul, yang kemudian dipindakan ke Banda Neira, Maluku, dan akhirnya jadi Wakil Presiden.
Sudah tentu sehari-hari berbahasa Indonesia, dan Belanda.
Namun dialek dan bahasanya tetap saja terpengaruh bahasa leluhur.
Ddak hanya Bung Hatta.
Laksamana TNVAL Omar Basri Sjaaf, seorang Kotogadangers putra Dr.
Sjaaf Rektor pertama Umversitas Andalas malah lahir di Negeri Belanda, besar sana, namun dialek Koto Gadangnya amat kental.
Onde…biyai" pernah terlontar di mulutnya 103 Beberapa Pengalaman Lapangan Bung Hatta dan mengundang beliau berkunjung hari di daerah ini.
Pada prinsipnya beliau setuju.
Lalu dengan beberapa dicari waktu tepat Sebagai follow up persetujuan Bung Hatta, gubernur baru itu menugaskan saya bersama Kolonel TNI/AL Achirul Jahja keberangkatan beliau dari Jakarta.
Kami meng- hubungi Pak Wangsa menanyakan siapa saja anggota rom- bongan.
Ibnu Sutowo cukup hormat pada Bung Hatta walau tak jadi Wakil Presiden lagi.
Begitu pula Haji Taher dan Pattinasarani, sangat respek pada beliau.
Urusan pesawat terbang itu oke, kapan mau dipakai dan berapa hari terserah saja.
Pesawat selalu stand by di Kemayoran.
Suatu malam saya berjalan kaki bersama Pak Wangsa dari rumah beliau di Jalan Subang, ke rumah Haji Taher di Jalan Yogya guna merampungkan hari dan jam keberangkatan.
"Kamu tahu rumahnya Ruslan Muljohardjo?" tanya Bung Hatta.
Bung Hatta karena saking hormatnya, sedangkan Sultan karena beliau Ketua KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia).
Lainnya, menteri sekali pun harus bayar.
"Gaji mereka toh lebih besar dari anggota masyarakat umum," pendapat mantan Gubermur Jakarta Raya itu.
Setelah jadi Wakil Presiden, dalam perjalanan dari Padang ke Bukittinggi antara Lubuk Alung-Sicincin Kabupaten Padang- Pariaman beliau berkata 'Waktu saya sekolah MULO di Padang sering pulang-pergi ke Bukittinggi.
Saya lihat batang kerambil, kok ini-ini juga." Maksudnya pohon kelapa di sini seperti tidak pernah di remajakan.
Bung Hatta, selepas sekolah MULO di Padang dalam usia lebih kurang 16 tahun, pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan.
Lalu ke Negeri Belanda.
Tidak pulang menetap di negeri kelahiran.
Sampai beliau dibuang ke Boven Digul, yang kemudian dipindakan ke Banda Neira, Maluku, dan akhirnya jadi Wakil Presiden.
Tidak pulang menetap di negeri kelahiran
Artinya, remaja beliau lebih banyak berada di rantau.Sudah tentu sehari-hari berbahasa Indonesia, dan Belanda.
Namun dialek dan bahasanya tetap saja terpengaruh bahasa leluhur.
Ddak hanya Bung Hatta.
Laksamana TNVAL Omar Basri Sjaaf, seorang Kotogadangers putra Dr.
Sjaaf Rektor pertama Umversitas Andalas malah lahir di Negeri Belanda, besar sana, namun dialek Koto Gadangnya amat kental.
Onde…biyai" pernah terlontar di mulutnya 103 Beberapa Pengalaman Lapangan Bung Hatta dan mengundang beliau berkunjung hari di daerah ini.
Pada prinsipnya beliau setuju.
Lalu dengan beberapa dicari waktu tepat Sebagai follow up persetujuan Bung Hatta, gubernur baru itu menugaskan saya bersama Kolonel TNI/AL Achirul Jahja keberangkatan beliau dari Jakarta.
Kami meng- hubungi Pak Wangsa menanyakan siapa saja anggota rom- bongan.
Begitu pula Haji Taher dan Pattinasarani, sangat respek pada beliau
Lalu ke Partamina menghubungi orang dekat Ibnu Sutowo waktu menjabat Direktur Utama perusahaan minyak mengurus negara itu, seperti Pattinasarani (konon "urang sumando awak") dan Haji Taher Kami bicarakan pemakaian pesawat Pertamina Fokker 27 yang baru saja beberapa minggu dibeli di Negeri Belanda.Ibnu Sutowo cukup hormat pada Bung Hatta walau tak jadi Wakil Presiden lagi.
Begitu pula Haji Taher dan Pattinasarani, sangat respek pada beliau.
Urusan pesawat terbang itu oke, kapan mau dipakai dan berapa hari terserah saja.
Pesawat selalu stand by di Kemayoran.
Suatu malam saya berjalan kaki bersama Pak Wangsa dari rumah beliau di Jalan Subang, ke rumah Haji Taher di Jalan Yogya guna merampungkan hari dan jam keberangkatan.
"Kamu tahu rumahnya Ruslan Muljohardjo?" tanya Bung Hatta.